Pembatalan Perkawinan

Pembatalan Perkawinan

Pembatalan Perkawinan diatur dalam dalam Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, Suatu perkawinan dapat dinyatakan batal apabila para pihak tidak memenuhi syarat-syarat untuk melangsungkan perkawinan. Dalam pasal 27 ayat (2) UU Perkawinan yang menyebutkan: “Seorang suami atau isteri dapat mengajukan permohonan pembatalan perkawinan apabila pada waktu berlangsungnya perkawinan terjadi salah sangka mengenai diri suami atau isteri”.

Pembatalan Perkawinan dapat diajukan pada pengadilan yang mempunyai kewenangan berdasarkan tempat dilangsungkannya perkawinan atau di tempat tinggal suami istri, tempat tinggal suami atau tempat tinggal istri.

Ada perbedaan mengenai “Batal demi hukum” dan “Dapat dibatalkan” Kompilasi Hukum Islam (KHI) juga mengatur mengenai perbedaan mengenai Batal demi hukum dan dapat dibatalkan, Batal demi hukum batal demi hukum disebabkan karena adanya pelanggaran terhadap larangan perkawinan. Sedangkan dapat dibatalkan dikarenakan adanya suatu pelanggaran terhadap persyaratan tertentu dan hanya menyangkut pihak lain yang dirugikan haknya atau melanggar peraturan yang berlaku.

Prosedur Pembatalan Perkawinan

Pengadilan Agama mempunyai wewenang terhadap orang yang beragama islam, sedangkan orang yang bukan beragama islam dapat mengajukan permohonan pada Pengadilan Negeri.

Dalam pasal 73 Kompilasi Hukum Islam diatur mengenai pihak-pihak yang dapat mengajukan permohonan pembatalan perkawinan yaitu:

  1. Para keluarga dalam garis keturunan lurus ke atas dan ke bawah dari suami atau istri. Misalnya, bapak atau ibu dari suami atau istri, kakek atau nenek dari suami atau istri.
  2. Suami atau istri, artinya bahwa inisiatif permohonan itu dapat timbul dari suami atau istri saja, atau dapat juga dari keduanya secara bersama-sama dapat mengajukan pembatalan perkawinan.
  3. Pejabat yang berwenang mengawasi pelaksanaan perkawinan menurut undang undang. Pejabat yang ditunjuk ditentukan lebih lanjut dalam peraturan perundang-undangan, namun sampai saat ini urusan tersebut masih dipegang oleh Petugas Pencatat Nikah, Kepala Kantor Urusan Agama, Ketua Pengadilan Agama atau Ketua Pengadilan Negeri.
  4. Para pihak yang berkepentingan yang mengetahui adanya cacat dalam rukun dan syarat perkawinan menurut hukum Islam dan peraturan perundang-undangan.

A&A Law Office sebagai kantor Pengacara/Advokat serta konsultan hukum terbaik dan memiliki berbagai pengalaman dalam menangani berbagai permasalahan hukum. Selain perkara Litigasi, A&A Law Office juga banyak menangani dan menyelesaikan perkara secara Non Litigasi melalui surat menyurat serta agenda mediasi yang tentunya penuh dengan strategi-strategi dari Advokat-Advokat yang telah berpengalaman. A&A Law Office selalu terbuka apabila anda ingin berkonsultasi kepada kami, hubungi kami di (telp/Whatsapp) atau melalui mengirimkan email ke lawyer@aa-lawoffice.com