UPAYA HUKUM TERHADAP PUTUSAN PENGADILAN
- Pengertian
Upaya hukum merupakan upaya yang diberikan oleh undang-undang kepada seseorang atau badan hukum untuk hal tertentu untuk melawan putusan hakim sebagai tempat bagi pihak-pihak yang tidak puas dengan putusan hakim yang dianggap tidak sesuai dengan apa yang diinginkan, tidak memenuhi rasa keadilan, karena hakim juga seorang manusia yang dapat melakukan kesalaha/kekhilafan sehingga salah memutuskan atau memihak salah satu pihak.
- Macam-macam Upaya Hukum
Upaya hukum dibedakan antara upaya hukum terhadap upaya hukum biasa dengan upaya hukum luar biasa.
- Upaya hukum biasa
Pada dasarnya menangguhkan eksekusi. Dengan pengecualian yaitu apabila putusan tersebut telah dijatuhkan dengan ketentuan dapat dilaksanakan terlebih dahulu atau uitboverbaar bij voorraad dalam pasal 180 ayat (1) HIR jadi meskipun dilakukan upaya hukum, tetap saja eksekusi berjalan terus.
Merupakan upaya hukum yang digunakan untuk putusan yang belum berkekuatan hukum tetap. Upaya ini mencakup:
- Perlawanan/verzet
Suatu upaya hukum terhadap putusan di luar hadirnya tergugat (putusan verstek). Dasar hukum verzet dapat dilihat di dalam pasal 129 HIR. Verzet dapat dilakukan dalam tempo/tenggang waktu 14 hari (termasuk hari libur) setelah putusan putusan verstek diberitahukan atau disampaikan kepada tergugat karena tergugat tidak hadir Syarat verzet adalah (pasal 129 ayat (1) HIR):
- keluarnya putusan verstek
- jangka waktu untuk mengajukan perlawanan adalah tidak boleh lewat dari 14 hari dan jika ada eksekusi tidak boleh lebih dari 8 hari; dan
- verzet dimasukan dan diajukan kepada Ketua Pengadilan Negeri di wilayah hukum dimana penggugat mengajukan gugatannya
- Banding
Adalah upaya hukum yang dilakukan apabila salah satu pihak tidak puas terhadap putusan Pengadilan Negeri. Dasar hukumnya adalah UU No 4/2004 tentang Perubahan Atas Undang-undang Pokok Kekuasaan dan UU No 20/1947 tentang Peradilan Ulangan.
Permohonan banding harus diajukan kepada panitera Pengadilan Negeri yang menjatuhkan putusan (pasal 7 UU No 20/1947). Urutan banding menurut pasal 21 UU No 4/2004 jo. pasal 9 UU No 20/1947 mencabut ketentuan pasal 188-194 HIR, yaitu:
- Ada pernyataan ingin banding
- Panitera membuat akta banding
- Dicatat dalam register induk perkara
- Pernyataan banding harus sudah diterima oleh terbanding paling lama 14 hari sesudah pernyataan banding tersebut dibuat.
- Pembanding dapat membuat memori banding, terbanding dapat mengajukan kontra memori banding
Mengenai pemeriksaan tingkat banding dalam KUHAP dapat dilihat pada pasal 233 – 243, diantaranya dibahas antara lain mengenai :
- Penerimaan permintaan banding.
Penerimaan permohonan banding dilakukan atas alasan permintaan yang memenuhi persyaratan undang-undang, diantaranya :
Permohonan banding memenuhi syarat. Hal ini dapat dilihat dalam pasal 233 yang antara lain memuat :
Ø Permohonan diajukan kepada panitera pengadilan negeri yang memutus perkara tersebut.
Ø Permohonan banding diajukan terhadap putusan yang dapat diminta banding.
Ø Permintaan banding diajukan dalam tenggang waktu yang ditentukan yakni 7 hari sesudah putusan dijatuhkan.
- Tatacara penerimaan banding
Ø permohonan permintaan banding disampaikan kepada panitera pengadilan negeri yang memutus perkara tersebut, dalam hal ini panitera wajib membuat akta permintaan banding yang di tandatangani oleh pemohon.
Ø Permohonan banding juga dapat dilakukan tanpa menghadap langsung pada panitera yang mungkin karena pemohon berhalangan.
Ø Yang berhak mengajukan permintaan banding antara lain terdakwa, orang yang khusus dikuasakan terdakwa, petuntut umum, terdakwa dengan petuntut umum yang sekaligus sama-sama mengajukan banding.
- permintaan banding wajib diberitahukan kepada pihak lain agar mereka dapat mempersiapkan diri.
- Tenggang waktu pengiriman berkas paling lambat 14 hari terhitung sejak permohonan banding diajukan.
- Memori dan kontra memori banding adalah uraian atau risalah yang memuat tanggapan keberatan terhadap putusan yang dijatuhkan pengadilan tingkat pertama, hal ini diajukan oleh pemohon untuk mengemukakan kelemahan dan ketidaktepatan penafsiran atau penerapan hukum yang terdapat dalam putusan pengadilan tingkat pertama. Kontra memori banding ini merupakan hak kepada pemohon, bukan kewajiban hukum jadi tanpa memori banding pun perkara tetap diperiksa.
- Pencabutan permohonan banding dapat dilakukan selama perkara banding belum diputuskan oleh pengadilan tinggi, jadi apabila telah dicabut permintaan banding keatas perkara tersebut tidak dapat diajukan lagi.
- Pemeriksaan pada tingkat banding hanya berdasarkan berkas perkara yang terdiri daripada :
- berita acara pemeriksaan penyidik
- berita acara pemeriksaan disidang pengadilan negeri
- semua surat yang timbul selama pemeriksaan sidang negeri sepanjang surat tersebut berhubungan dengan perkara
- putusan yang dijatuhkan pengadilan negeri
Walaupun di pengadilan tinggi pemeriksaan hanya didasarkan atas berkas perkara, namun tidak menuntut kemungkinan pihak pengadilan tinggi mendengar langsung pernyataan yang dianggap perlu kepada pihak yang bersangkutan
- bentuk putusan tingkat banding dapat berupa :
1). menguatkan putusan pengadilan negeri. Baik secara murni maupun dengan tambahan pertimbangan atau bisa juga menguatkan putusan dengan alasan pertimbangan lain.
2). Mengubah atau memperbaiki putusan peradilan negeri, dapat berupa:
- perubahan atau perbaikan kualifikasi tindak pidana
- perubahan atau perbaikan mengenai alat bukti
- perubahan atau perbaikan pemidanaan
- Kasasi
Menurut pasal 29 dan 30 UU No 14/1985 jo. UU No 5/2004 kasasi adalah pembatalan putusan atas penetapan pengadilan dari semua lingkungan peradilan dalam tingkat peradilan akhir.
Putusan yang diajukan dalam putusan kasasi adalah putusan banding. Alasan yang dipergunakan dalam permohonan kasasi yang ditentukan dalam pasal 30 UU No 14/1985 jo. UU No 5/2004 adalah:
- Tidak berwenang (baik kewenangan absolut maupun relatif) untuk melampaui batas wewenang;
- Salah menerapkan/melanggar hukum yang berlaku
- lalai memenuhi syarat-syarat yang diwajibkan oleh peraturan perundang-undangan yang mengancam kelalaian dengan batalnya putusan yang bersangkutan.
Dalam buku yang dikarang oleh M.Yahya beliau menjelaskan setidak ada tiga alas an yang dibenarkan oleh UU untuk mengajukan kasasi, di antaranya:
- Untuk menguji apakah benar suatu peraturan hukum telah diterapkan sebagaimana mestinya atau tidak.
- Untuk menguji apakah benar cara mengadili telah dilaksanakan berdasarkan ketentuan UU.
- Apakah benar pengadilan telah melampaui batas wewenangnya.
Prosedur permohonan kasasi antara lain meliputi :
Ø pengajuan permohonan kasasi kepada panitera pengadilan yang telah memutuskan perkaranya dalam waktu 14 hari sesudah putusan dan ditandai dengan adanya tanda terima penyerahan memori kasasi.
Ø permintaan tersebut ditulis oleh panitera yang kemudian ditandatangani oleh panitera dan pemohon serta dicatat dalam berkas perkara.
Ø Permintaan kasasi wajib diberitahukan kepada semua pihak yang berkepentingan.
Ø Pemeriksaan kasasi dilakukan dengan sekurang-kurangnya tiga orang hakim meliputi berkas perkara. Tetapi tidak menutup kemungkinan adanya pemeriksaan tambahan.
- Upaya hukum luar biasa
Disebut upaya hukum luar biasa karena:
- Diajukan dan ditujukan terhadap putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum yang tetap.
- Upaya ini hanya dapat dilakukan dalam keadaan tertentu, bukan terhadap semua putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum yang tetap.
- Upaya hukum luar biasa diajukan kepada mahkamah agung sebagai pemeriksa, serta pembuat keputusan sebagai instansi pertama dan terakhir.
Upaya hukum luar biasa dilakukan terhadap putusan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dan pada asasnya upaya hukum ini tidak menangguhkan eksekusi. Mencakup:
- Peninjauan kembali (request civil)
Apabila terdapat hal-hal atau keadaan-keadaan yang ditentukan dengan undang-undang, terhadap putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap dapat dimintakan peninjauan kembali kepada Mahkamah Agung dalam perkara perdata dan pidana oleh pihak-pihak yang berkempentingan. (pasal 66-77 UU no 14/1985 jo. UU no 5/2004)
Alasan-alasan peninjauan kembali menurut pasal 67 UU no 14/1985 jo. UU no 5/2004, yaitu:
- Ada novum atau bukti baru yang diketahui setelah perkaranya diputus yang didasarkan pada bukti-bukti yang kemudian oleh hakim pidana yang dinyatakan palsu;
- Apabila setelah perkara diputus, ditemukan surat-surat bukti yang bersifat menentukan yang pada waktu perkara diperiksa tidak dapat ditemuksn;
- Apabila telah dikabulkan suatu hal yang tidak dituntut/lebih daripada yang dituntut;
- Apabila mengenai sesuatu bagian dari tuntutan belum diputus tanpa dipertimbangkan sebab-sebabnya;
- Apabila dalam satu putusan terdapat suatu kekhilafan hakim/suatu kekeliruan yang nyata. Tenggang waktu pengajuan 180 hari setelah putusan berkekuatan hukum tetap. (pasal 69 UU 14/1985). Mahkamah Agung memutus permohonan peninjauan kembali pada tingkat pertama dan terakhir (pasal 70 UU no 14/1985).
v Tata cara mengajukan peninjauan kembali meliputi;
a.) Permintaan peninjauan kembali diajukan baik secara tertulis maupun lisan dengan mengemukakan alasan-alasan yang mendasari permintaan peninjauan kembali kepada panitera yang memutus perkara itu pada tingkat pertama tanpa batas waktu.
b.) Kemudian panitera membuat akta permintaan PK yang ditanda tangani oleh permohonan panitera. Kemudian berkas tersebut disampaikan kepada mahkamah agung melalaui ketua pengadilan.
- Perlawanan pihak ketiga (denderverzet) terhadap sita eksekutorial
Terjadi apabila dalam suatu putusan pengadilan merugikan kepentingan dari pihak ketiga, maka pihak ketiga tersebut dapat mengajukan perlawanan terhadap putusan tersebut. Dasar hukumnya adalah 378-384 Rv dan pasal 195 (6) HIR. Dikatakan sebagai upaya hukum luar biasa karena pada dasarnya suatu putusan hanya mengikat pihak yang berperkara saja (pihak penggugat dan tergugat) dan tidak mnegikat pihak ketiga (tapi dalam hal ini, hasil putusan akan mengikat orang lain/pihak ketiga, oleh ebab itu dikatakan luar biasa). Denderverzet diajukan ke Pengadilan Negeri yang memutus perkara tersebut pada tingkat pertama