Perundingan Bipartit adalah forum penyelesaian internal antara pengusaha dan pekerjanya, apabila terjadi perselisihan hubungan industrial.
Sifat dari Perundingan Bipartit tersebut adalah musyarawarah untuk mencapai mufakat atau dalam bahasa awam disebut sebagai penyelesaian secara kekeluargaan.
Berdasarkan sistem penyelesaian perselisihan hubungan industrial di Indonesia, Perundingan Bipartit merupakan mandatory rules, yang wajib ditempuh oleh para pihak yang berselisih (dalam hal ini pengusaha dan pekerjanya), sebelum melangkah ke proses penyelesaian selanjutnya. Kewajiban tersebut diatur dalam ketentuan Pasal 3 ayat (1) Undang-undang No. 2 Tahun 2004 Tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (“UU No. 2/2004”), sebagai berikut:
“Perselisihan hubungan industrial wajib diupayakan penyelesaiannya terlebih dahulu melalui perundingan bipartit secara musyawarah untuk mencapai mufakat”
Namun sayangnya, praktik yang sering terjadi, kewajiban tersebut oleh para pihak yang berselisih (Pengusaha dan Pekerja) terkadang hanya dijadikan sebagai syarat formalitas semata. Artinya, para pihak sedari awal sudah tidak ada kemauan untuk menyelesaikan perselisihannya melalui forum bipartit dan lebih memilih menempuh penyelesaiannya melalui proses selanjutnya.
Padahal, jika perselisihan hubungan industrial tersebut dapat diselesaikan melalui forum bipartit, maka masing-masing pihak yang berselisih dapat melakukan penghematan waktu dan biaya yang cukup signifikan.
Bagi pekerja, ia dapat segera memperoleh keputusan yang jelas terhadap tuntutannya dan kemudian dapat segera menentukan langkah selanjutnya. Begitupula bagi pengusaha, waktu dan pikirannya dapat segera dipergunakan untuk memikirkan pengembangan usahanya dan ia tidak perlu lagi pusing-pusing menghitung upah proses (jika perselisihannya adalah PHK)