Pengadilan Hubungan Industrial (“PHI”) merupakan pengadilan khusus (special court) di bidang perburuhan. PHI dibentuk dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (“UU PPHI”), berkedudukan di dalam pengadilan negeri (PN). UU PPHI memberi kewenangan kepada PHI untuk memeriksa, mengadili dan memutus empat jenis perselisihan hubungan industrial, yaitu: perselisihan hak, perselisihan kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan kerja, dan perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh dalam satu perusahaan. PHI dibentuk pada PN yang berkedudukan di kabupaten/kota yang merupakan ibu kota propinsi. UU PPHI juga mengamanatkan pembentukan PHI pada daerah kota/kabupaten yang padat industri, tidak hanya pada ibukota propinsi.
UU PPHI tidak mengatur mekanisme pembuktian dan macam-macam alat bukti. Hukum pembuktian di PHI berpedoman pada hukum acara perdata yang berlaku pada PN. Alat bukti yang digunakan adalah alat bukti yang terdapat dalam Pasal 164 HIR. Kewajiban berpedoman pada pasal 164 HIR sebagai perintah dari Pasal 57 UU PPHI yang berbunyi “Hukum acara yang berlaku pada Pengadilan Hubungan Industrial adalah hukum acara perdata yang berlaku pada pengadilan dalam lingkungan peradilan umum, kecuali yang diatur secara khusus dalam undang-undang ini”. Jadi termasuk berlakunya hukum acara perdata pada peradilan umum misalnya Reglemen Indonesia yang diperbaharui (RIB) – Het Herziene Indonesisch Reglement (HIR), Rechtsreglement Buitengewesten (Rbg).
PHI tidak mengenal upaya hukum banding. Upaya hukum terhadap putusan PHI adalah kasasi ke Mahkamah Agung. Kasasi dapat diajukan hanya terhadap putusan mengenai perselisihan hak dan perselisihan PHK. Sedangkan putusan PHI mengenai perselisihan kepentingan dan perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh dalam satu perusahaan, tidak bisa diajukan kasasi, tapi langsung berkekuatan hukum tetap (inkrach van gewijsde). Selain itu, tergugat dapat mengajukan verzet terhadap putusan verstek.