Sertifikat Hak Atas Tanah

Suatu kepemilikan hak atas tanah wajib dibuktikan dengan Sertifikat, berdasarkan ketentuan Undang-undang No. 5 Tahun 1960 Tentang Pokok-Pokok Agraria (UUPA). Sertifikat merupakan bukti hak atas tanah, Kekuatan berlakunya Sertifikat telah ditegaskan dalam pasal 19 ayat (2) huruf c dan pasal 32 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 yaitu bahwa Sertifikat merupakan tanda bukti hak yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat mengenai data fisik dan data yuridis yang termuatnya didalam sepanjang data fisik dan data yuridis sesuai dengan data yang ada dalam surat ukur dan buku tanah hak yang bersangkutan.

Data fisik mencakup keterangan mengenai letak, batas, dan luas tanah. Data yuridis mencakup keterangan mengenai status hukum bidang tanah, pemegang haknya dan hak pihak /pendaftaran tanah yang berlaku di Indonesia, maka terdaftarnya nama seseorang di dalam register bukanlah berarti absolut menjadi pemilik tanah tersebut apabila ketidakabsahannya dapat dibuktikan oleh pihak lain.

Sertifikat hak atas tanah ini diterbitkan oleh kantor Agraria Tingkat II (Kantor pertanahan) seksi pendaftaran tanah. Pendaftaran itu baik pendaftaran pertama kali (recording of tittle) atau pun pendaftaran berkelanjutan ( continuous recording) yang dibebankan oleh kekuasaan hak menguasai dari negara dan tidak akan pernah diserahkan kepada instansi yang lain. Sertifikat tanah yang diberikan itu dapat berfungsi sebagai alat bukti hak atas tanah, apabila dipersengketakan.

Sertifikat hak atas tanah merupakan bentuk Keputusan Tata Usaha Negara sebagaimana disebutkan dalam pasal 1 angka 3 Undang-undang Nomor 5 tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara jo. Undang-undang Nomor 9 tahun 2004 tentang perubahan atas Undang-undang Nomor 5 tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara jo. Undang-undang nomor 51 lain serta beban-beban lain yang membebaninya. Namun jika Sertifikat belum menjamin kepastian hukum pemiliknya karena Indonesia menganut asas publikasi negative yang telah dijadikan yurisprudensi berdasarkan putusan Mahkamah Agung Nomor 459/K/Sip/1975 tanggal 18 September 1975 yaitu Mengingat stelsel negatif tentang registertahun 2009 tentang perubahan kedua atas undang nomor 5 tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara. Dalam pasal 1 angka 9 nya ( pasal 1 angka 3 menjadi pasal 1 angka 9 pada Undang-undang Nomor 51 tahun 2009 ditegaskan bahwa “Keputusan tata usaha negara adalah suatu penetapan tertulis yang dikeluarkan oleh badan atau pejabat tata usaha negara yang berisi tindakan hukum tata usaha negara yang berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang bersifat konkret individual dan final, yang menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau badan hukum perdata”.

Penegasan Sertifikat tanah sebagai Keputusan Tata Usaha Negara telah mendapat tempat dalam Yurisprudensi Mahkamah Agung dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor 140 K / TUN / 2000 tanggal 11 febuari 2002, menyatakan bahwa “Sertifikat tanah termasuk Keputusan Tata Usaha Negara yang bersifat deklarator, artinya dibalik keputusan tersebut terdapat pemegang hak yang sebenarnya (de ware reschtstitel)”.

PP Pendaftaran Tanah menganut sistem Publikasi negatif. Pada sistem publikasi negatif, negara tidak menjamin kebenaran data yang disajikan. Sistem publikasi negatif berarti sertifikat hanya merupakan surat tanda bukti hak yang bersifat kuat , bukan bersifat mutlak. Sehingga data fisik dan data yuridis yang terdapat di sertifikat mempunyai kekuatan hukum dan harus diterima hakim sebagai keterangan yang benar selama dan sepanjang tidak ada alat bukti lain yang membuktikan sebaliknya.

Menurut Urip Santoso, sertifikat sebagai surat tanda bukti hak akan bersifat mutlak apabila memnuhi seluruh unsur berikut ini:

  1. Sertifikat diterbitkan secara sah atas nama orang atau badan hukum
  2. Tanah diperoleh dengan itikad baik
  3. Tanah dikerjakan secara nyata
  4. Dalam waktu 5 tahun sejak diterbitkannya Sertifikat tersebut tidak ada yang mengajukan keberatan secara tertulis kepada pemegang Sertifikat dan kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota setempat maupun tidak mengajukan gugatan ke pengadilan mengenai penguasaan atau penerbitan Sertifikat.

Jenis-jenis Sertifikat

Peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai ha katas tanah, yaitu PP Pendaftaran Tanah dan Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 tentang Hak Guns Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak atas Tanah mengenal beberapa jenis Sertifikat, yaitu:

  1. Sertifikat Hak Milik
  2. Sertifikat Hak Guna Usaha
  3. Sertifikat Hak Guna bangunan atas tanah negara
  4. Sertifikat Hak guna bangunan atas tanah hak pengelolaan
  5. Sertifikat hak Pakai atas tanah negara
  6. Sertifikat hak pakai atas tanah hak pengelolaan
  7. Sertifikat tanah hak pengelolaan
  8. Sertifikat tanah wakaf
  9. Sertifikat hak milik atas satuan rumah susun
  10. Sertifikat hak tanggungan