Peraturan Pelaksana Postnuptial (Perjanjian Paska Nikah)

Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) dengan Nomor 69/PUU-XIII/2015 tertanggal 27 Oktober 2016, menyatakan perjanjian perkawinan dapat dilangsungkan sebelum dan selama masa perkawinan. Hal ini menjadi kabar baik untuk pasangan kawin campur yang belum memiliki perjanjian pra nikah (prenuptial agreement)

Namun faktanya Putusan MK tersebut banyak menimbulkan pertanyaan di lapangan khususnya mengenai aturan pelaksanaan dari putusan tersebut. Khususnya bagi para notaris dan pegawai pencatat perkawinan, yaitu Kantor Catatan Sipil dan Kantor Urusan Agama (KUA).

Hingga akhirnya Kementerian Dalam Negeri RI memberikan panduan dalam bentuk surat perihal Pencatatan Pelaporan Perjanjian Perkawinan No.: 472.2/5876/Dukcapil tertanggal 19 Mei 2017 yang ditujukan kepada Kepala Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten/Kota di seluruh Indonesia.

Berdasarkan surat tersebut pencatatan pelaporan perjanjian perkawinan terdiri dari beberapa kategori, yaitu:

  1. Perjanjian perkawinan dibuat pada waktu atau sebelum dilangsungkan perkawinan;
  2. Perjanjian perkawinan dibuat selama dalam ikatan perkawinan;
  3. Perjanjian perkawinan dibuat di Indonesia dan pencatatan perkawinannya dilakukan di Negara lain;
  4. Perubahan atau pencabutan perjanjian perkawinan;

Khususnya mengenai perjanjian perkawinan yang dibuat selama dalam ikatan perkawinan, berikut beberapa hal yang perlu Anda ketahui:

  1. Perjanjian Perkawinan dibuat dalam bentuk akta notaris dan dilaporkan kepada pegawai pencatat perkawinan. Yaitu Kantor Catatan Sipil bagi pasangan yang beragama non-Muslim dan KUA bagi yang beragama Islam;
    1. Adapun dokumen persyaratan yang diperlukan dalam pencatatan perlaporan perjanjian perkawinan yang dibuat selama dalam ikatan perkawinan, yaitu:
    2. Fotokopi kartu identitas (KTP Elektronik) pasangan suami istri;
    3. Fotokopi kartu keluarga;
    4. Fotokopi akta notaris perjanjian perkawinan yang telah dilegalisir dengan menunjukkan aslinya;
    5. Kutipan akta perkawinan suami dan istri;
  2. Permohonan pencatatan pelaporan perjanjian perkawinan diajukan oleh pasangan suami dan/atau istri. Namun jika pasangan suami dan/atau istri tersebut berhalangan atau sibuk maka dapat memberikan kuasa kepada pihak ketiga;
  3. Pegawai pencatat perkawinan akan membuat catatan pinggir pada register akta dan kutipan akta perkawinan. Kutipan akta perkawinan yang telah memuat catatan pinggir tersebut akan diberikan kepada masing-masing suami dan/atau isti;
  4. Adapun yang dimaksud dengan Kutipan Akta berdasarkan Pasal 1 butir 10 Undang-Undang No.: 2 tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 30 tahun 2004 tentang Jabatan Notaris, adalah:

    Kutipan kata demi kata dari satu atau beberapa bagian dari akta dan pada bagian bawah kutipan akta tercantum frasa “diberikan sebagai KUTIPAN

    Suatu kutipan akta dikeluarkan berdasarkan pada suatu minuta akta atau akta notaris yang telah dibuat sebelumnya. Sehingga ketika pasangan suami istri membuat perjanjian perkawinan dalam bentuk akta notaris, maka dapat sekaligus meminta kutipan akta pada notaris yang bersangkutan. Sebagai salah satu dokumen persyaratan yang diperlukan dalam pencatatan perjanjian perkawinan tersebut.

  5. Kutipan akta perkawinan yang memuat catatan pinggir tersebut nantinya dipergunakan sebagai bukti telah didaftarkannya perjanjian perkawinan tersebut. Dengan telah didaftarkannya perjanjian perkawinan tersebut maka perjanjian tersebut telah berlaku dan mengikat pihak ketiga.

Anda memerlukan informasi lebih mengenai Perjanjian Perkawinan? Kami siap membantu Anda dengan memberikan konsultasi secara GRATIS silakan hubungi A & A Law Ofiice  (+62)81-246-373-200 (whatsapp available) or email ke lawyer@aa-lawoffice.com