Pembaharuan Hutang (Novasi)

A&A LAW OFFICE adalah kantor hukum terbaik yang memberikan konsultasi hukum terkait hutang piutang

Novasi adalah perjanjian antara kreditur dengan debitur dimana perikatan yang sudah ada dihapuskan dan kemudian suatu perikatan yang baru. dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (“BW”), novasi diterjemahkan sebagai pembaharuan utang.   Menurut J. Satrio,  Novasi adalah suatu perjanjian yang menyebabkan hapusnya suatu perikatan dan pada saat yang bersamaan timbul perikatan lainnya yang ditempatkan sebagai pengganti perikatan semula.

Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dalam Pasal 1413 BW dijelaskan bahwa ada tiga macam jalan untuk pembaruan utang (Novasi) :

  1. Novasi Objektif, yaitu dimana perikatan yang telah ada diganti dengan perikatan lain (yang baru). Atau juga bisa disebutkan sebagai penggantian perikatan lama dengan perikatan baru untuk orang yang mengutangkan.  Novasi obyektif dapat terjadi dengan:
  • Mengganti atau mengubah isi daripada perikatan, Adapun penggantian perikatan terjadi jika kewajiban debitur atas suatu prestasi tertentu diganti oleh prestasi lain. Misalnya kewajiban untuk membayar sejumlah uang tertentu diganti dengan kewajiban untuk menyerahkan sesuatu barang tertentu;
  • Mengubah sebab daripada perikatan. Misalnya ganti rugi atas dasar perbuatan melawan hukum diubah menjadi utang piutang
  1. Novasi Subjektif Pasif,yaitu suatu perikatan dimana debiturnya diganti oleh debitur yang baru yang mana akibat pergantian tersebut, debitur yang lama dibebaskan dari perikatannya.  Novasi subyektif pasif dapat terjadi dua cara penggantian debitur, yaitu:
  • Expromissie, yaitu dimana debitur semula diganti oleh debitur baru,tanpa bantuan debitur semula.  Contoh : A (debitur) berutang kepada B (kreditur). B (kreditur) membuat persetujuan dengan C (debitur baru) bahwa C akan menggantikan kedudukan A selaku debitur dan A akan dibebaskan oleh B dari utangnya.;
  • Delegatie, yaitu dimana terjadi persetujuan antara debitur semula , kreditur dan debitur baru. Tanpa persetujuan dari kreditur semula, debitur semula tidak dapat diganti dengan kreditur lainnya.  Contoh : A (debitur lama) berutang kepada B (kreditur) dan kemudian A mengajukan C sebagai debitur baru kepada B. Antara B dan C diadakan persetujuan bahwa C akan melakukan apa yang harus dipenuhi oleh A terhadap B dan A dibebaskan dari kewajibannya oleh B.
  1. Novasi Subjektif Aktif,yaitu peristiwa di mana kreditur baru ditunjuk menggantikan kreditur lama. Novasi subyektif aktif merupakan perjanjian segi tiga, karena debitur perlu mengikatkan dirinya dengan kreditur baru. Juga novasi dapat terjadi secara bersamaan penggantian baik kreditur maupun debitur (double novasi). Contoh : A berutang Rp.10.000.000,- kepada B dan B berutang kepada C dalam jumlah yang sama. Dengan novasi dapat terjadi bahwa A menjadi berutang kepada C sedangkan A terhadap B dan B terhadap C dibebaskan dari kewajiban-kewajibannya.

Pada dasarnya syarat sahnya perjanjian Novasi meliputi syarat sahnya suatu perjanjian pada umumnya, meskipun dalam ketentuan mengenai Novasi dalam BW dijelaskan persyaratan secara khusus, yang diantaranya meliputi:

  1. Kecakapan Para Pihak, Pasal 1414 BW menentukan bahwa novasi hanya dapat terjadi antara orang-orang yang cakap untuk membuat perikatan. Adapun yang dimaksud dengan orang tidak cakap membuat suatu perjanjian berdasarkan  Pasal 1330 BW adalah Orang-orang yang belum dewasa dan mereka yang ditaruh di bawah pengampuan. Penerapan secara hurufiah daripada ketentuan tersebut mengakibatkan bahwa novasi yang dilakukan oleh orang-orang yang tidak cakap untuk membuat perikatan adalah batal. Akan tetapi sebenarnya pasal tersebut hanya menunjuk kepada syarat umum tentang kecakapan untuk membuat perikatan. Jadi jika orang yang melakukan novasi tidak cakap untuk membuat perikatan maka novasi tersebut dapat dibatalkan.
  2. Kehendak untuk mengadakan novasi harus tegas ternyata dari perbuatan hukumnya, maksudnya, Tiada satupun Novasi (pembaharuan hutang) dapat dipersangkakan.

Ada beberapa akibat hukum perbuatan Novasi ini, yaitu antara lain meliputi:

  1. bahwa setelah terjadi Novasi (dalam hal Novasi Subyektif Pasif berbentuk delegasi), kreditur tidak dapat menuntut debitur semula (Debitur lama), jika debitur baru jatuh pailit. Berlainan halnya jika hak penuntutan itu dipertahankan dalam persetujuan atau jika pada waktu terjadi delegasi, debitur baru ternyata sudah pailit atau dalam keadaan terus-menerus merosot kekayaannya. Jika telah terjadi novasi subyektif aktif, debitur tidak dapat mengajukan tangkisan-tangkisan terhadap kreditur baru yang ia dapat ajukan terhadap kreditur semula, sekalipun ia tidak mengetahui pada waktu terjadinya novasi akan adanya tangkisan-tangkisan tersebut.
  2. bahwa setelah terjadi Novasi (dalam hal Novasi Subyektif Pasif berbentuk delegasi) Debitur telah mengikatkan dirinya kepada seorang kreditur baru dan dengan demikian telah dibebaskan dari kreditur lama, tak dapat mengajukan terhadap kreditur baru itu tangkisan tangkisan yang sebenarnya dapat ia ajukan terhadap kreditur lama, meskipun ini tidak dikatakannya sewaktu membuat perikatan baru; namun dalam hal yang terakhir ini, tidaklah berkurang haknya untuk menuntut kreditur lama.

Hak hak istimewa dan hipotek yang melekat pada piutang lama, tidak berpindah pada piutang baru yang menggantikannya, kecuali jika hal itu secara tegas dipertahankan oleh debitur.  Namun Bila Novasi (pembaharuan utang) diadakan dengan penunjukan seorang debitur baru yang menggantikan debitur lama, maka hak-hak istimewa dan hipotek-hipotek yang dari semula melekat pada piutang, tidak berpindah ke barang-barang debitur baru;  sebaliknya Bila pembaharuan utang diadakan antara kreditur dan salah seorang dari para debitur yang berutang secara tanggung-menanggung, maka hak-hak istimewa dan hipotek tidak dapat dipertahankan selain atas barang-barang orang yang membuat perikatan baru itu.