Keadaan Memaksa / Force Majeur

A&A LAW OFFICE dapat memberikan pendampingan hukum bagi para debitur untuk mendapatkan solusi hukum atas situasi Force Majeure sehingga tidak melanggar perjanjian yang ada dan menyesuaikan argumentasi hukum yang benar dengan menyesuaikan kondisi dalam keadaan memaksa

Force Majeure adalah salah satu istilah asing yang sering ditemukan dalam hukum Indonesia, dikaitkan dengan penyebaran wabah Virus Corona Covid 19 yang massif di seluruh dunia, tidak terkecuali di Indonesia, maka sudah dapat dipastikan berbagai usaha terdampak karena situasi saat ini sehingga menimbulkan perlambatan ekonomi sehingga salah satu yang sangat merasakan dampaknya adalah para debitur yang kesulitan menjalankan prestasinya kepada kreditur.

Makna Force Majeure adalah suatu keadaan di mana seseorang (debitur) tidak dapat memenuhi prestasinya yang disebabkan oleh keadaan-keadaan tertentu yang memaksa dan tak terhindarkan. Debitur tersebut tidak dapat pula dipersalahkan dan dimintai pertanggungjawaban atas kewajibannya yang tidak terpenuhi itu.  

BACA JUGA : Pengacara Hutang Piutang

Force Majeure pasal yang sering digunakan sebagai acuan dalam pembahasan force majeure, yakni Pasal 1244 dan Pasal 1245 KUH Perdata yang berbunyi sebagai berikut:

Pasal 1244 KUH Perdata

Debitur harus dihukum untuk mengganti biaya, kerugian dan bunga bila ia tak dapat membuktikan bahwa tidak dilaksanakannya perikatan itu atau tidak tepatnya waktu dalam melaksanakan perikatan itu disebabkan oleh sesuatu hal yang tak terduga, yang tak dapat dipertanggungkan kepadanya walaupun tidak ada itikad buruk kepadanya.

Pasal 1245 KUH Perdata

Tidak ada penggantian biaya, kerugian dan bunga bila karena keadaan memaksa atau karena hal yang terjadi secara kebetulan, debitur terhalang untuk memberikan atau berbuat sesuatu yang diwajibkan, atau melakukan suatu perbuatan yang terlarang baginya.

 

Berdasarkan ketentuan tersebut, maka unsur utama yang dapat menimbulkan keadaan force majeur adalah:

  1. Adanya kejadian yang tidak terduga;
  2. Adanya halangan yang menyebabkan suatu prestasi tidak mungkin dilaksanakan;
  3. Ketidakmampuan tersebut tidak disebabkan oleh kesalahan debitur;
  4. Ketidakmampuan tersebut tidak dapat dibebankan risiko kepada debitur.

 

Beberapa peristiwa yang dapat dikategorikan sebagai force majeure antara lain bencana alam, kebakaran, wabah penyakit, perang, terorisme, kerusuhan, embargo, dan yang lainnya. Keadaan memaksa ini dapat terjadi di beberapa bidang hukum khususnya perjanjian, antara lain tentang perjanjian kredit, ketenagakerjaan, kontrak, dll.

Dapat disimpulkan, selama tidak memiliki itikad buruk, debitur tidak dapat dipersalahkan dan/atau bertanggungjawab atas tidak terpenuhinya prestasi yang diakibatkan force majeure.