Pengacara Hak Asuh Anak WNA

Pengacara Hak Asuh Anak WNA Terbaik di Indonesia

Dalam kasus-kasus perceraian antara kedua orang tua yang berbeda kewarganegaraan ini di Indonesia baik yang diputus oleh Pengadilan Negeri (bagi non-muslim) maupun yang diputus oleh Pengadilan Agama (bagi yang muslim), pengadilan tetap akan menggunakan UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan PP No. 9 Tahun 1975 untuk mengajukan perkaran ke Pengadilan Negeri dan ditambah dengan Kompilasi Hukum Islam (KHI) serta UU No. 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama untuk yang mengajukan perkara ke Pengadilan Agama, sebagai pedoman untuk memutuskan hak asuh bagi anak. Hal ini disebabkan karena hak asuh yang diminta adalah putusnya perceraian dari mereka yang melakukan perkawinan campuran sesuai dengan Pasal 57 UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan bahwa yang dimaksud dengan perkawinan campuran dalam Undang-undang ini ialah perkawinan antara dua orang yang di Indonesia tunduk pada hukum yang berlainan, karena perbedaan kewarganegaraan dan salah satu pihak berkewarganegaraan Indonesia. Karena itu ketentuan baik masalah perceraian maupun hak asuh (pemeliharaan anak) tunduk pada Pasal 41, Pasal 45, Pasal 47 dan Pasal 48 UU No. 1 Tahun 1974.

Pasal 41 UU No. 1 Tahun 1974, bahwa:

Akibat putusnya perkawinan karena perceraian ialah:

a.      Baik ibu atau bapak tetap berkewajiban memelihara dan mendidik anak-anaknya, semata-mata berdasarkan kepentingan anak, bilamana ada perselisihan mengenai penguasaan anak-anak, Pengadilan memberi keputusan.

b.     Bapak yang bertanggung jawab atas semua biaya pemeliharaan dan pendidikan yang diperlukan anak itu, bilamana bapak dalam kenyataannya tidak dapat memberi kewajiban tersebut pengadilan dapat menentukan bahwa ikut memikul biaya tersebut.

c.      Pengadilan dapat mewajibkan kepada bekas suami untuk memberikan biaya penghidupan dan/atau menentukan sesuatu kewajiban bagi bekas isteri.

Pasal 45 UU No. 1 Tahun 1974

(1). Kedua orang tua wajib memelihara dan menddidik anak-anak mereka sebaik-baiknya.

(2). Kewajiban orang tua yang dimaksud dalam ayat (1) pasal ini berlaku sampai anak itu kawin atau dapat berdiri sendiri kewajiban mana berlaku terus meskipun perkawinan antara kedua orang tua putus.

Pasal 47 UU No. 1 Tahun 1974

(1). Anak yang belum mencapai umur 18 ( delapan belas ) tahun atau belum pernah melangsungkan perkawinan ada di bawah kekuasaan orang tuanya selama mereka tidak dicabut dari kekuasaannya.

(2). Orang tua mewakili anak tersebut mengenai segala perbuatan hukum di dalam dan di luar Pengadilan.

Pasal 48 UU No. 1 Tahun 1974

“Orang tua tidak diperbolehkan memindahkan hak atau menggandakan barang-barang tetap yang dimiliki anaknya yang belum berumur 18 (delapan belas) tahun atau belum pernah melangsungkan perkawinan, kecuali apabila kepentingan anak itu menghendakinya”.

Berdasarkan yurisprudensi putusan mahkamah Agung RI Nomor 102 K/Sip/1973 tanggal 24 April menyatakan patokannya ialah “bahwa ibu kandung yang diutamakan, khususnya bagi anak-anak yang masih kecil, karena kepentingan anak menjadi kriterium, kecuali kalau terbukti bahwa ibu tersebut tidak wajar untuk memelihara anaknya

Berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 46/PUU-VIII/2010 dalam amarnya menyatakan bahwa Pasal 43 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945 dan tidak memiliki kekuatan mengikat. Putusan ini menyatakan bahwa “anak yang dilahirkan diluar perkawinan mempunyai hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya serta dengan laki-laki sebagai ayahnya yang dapat dibuktikan berdasarkan ilmu pengetahuan dan teknologi dan/atau alat bukti lain menurut hukum mempunyai hubungan darah, termasuk hubungan perdata dengan keluarga ayahnya”;

Berdasarkan Pasal 14 ayat (1) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 menyatakan “setiap anak berhak untuk diasuh oleh orang tuanya sendiri, kecuali jika ada alasan dan/atau aturan hukum yang sah yang menunjukkan pemisahan itu adalah kepentingan terbaik bagi anak dan merupakan pertimbangan terakhir”. Kemudian dalam ayat (2) menyatakan “dalam hal terjadi pemisahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), anak tetap berhak:

a.      Bertemu langsung dan berhubungan pribadi secara tetap dengan kedua orang tuanya;

b.     Mendapat pengasuhan, pemeliharaan, pendidikan dan perlindungan untuk proses tumbuh kembang dari kedua orang tuanya sesuai dengan kemampuan, minat dan bakat.

c.      Memperoleh pembiayaan hidup dari kedua orang tuanya;

d.     Memperoleh hak anak lainnya”;

Kepada siapa hak asuh akan diberikan, berdasarkan Pasal 41 UU No. 1 Tahun 1974, akan diberikan kepada orang tua bersama (joint custody) hanya bila ada perselisihan mengenai penguasaan nya maka pengadilan akan memutuskan kepada siapa hak asuh akan diberikan. Namun, patokan baik oleh Pengadilan Negeri maupun Pengadilan Agama akan memperhatikan kepentingan terbaik bagi anak. Di Pengadilan Negeri tidak ada pengaturan yang tegas mengenai hak asuh, namun anak yang masih kecil akan diberikan kepada pihak ibu. Pada Pengadilan Agama maka menggunakan Pasal 105 KHI bahwa anak-anak yang belum berusia 12 tahun akan diberikan hak asuhnya kepada ibu, kecuali pertimbangan hakim menyatakan anak lebih baik diasuh oleh ayahnya.Kewarganegaraan ganda tidak menjadi faktor untuk menentukan pemberian hak asuh. Hal ini dikarenakan yang diutamakan walaupun ada sengketa pengasuhan ini ialah memperhatikan kepentingan terbaik anak. Meskipun hak asuh berada di si ibu bukan berarti ayah lepas tanggung jawab. Pengadilan akan menentukan besaran nafkah ayah terhadap anak (juga dapat nafkah untuk mantan istri) itu untuk per bulannya disesuaikan dengan kemampuan ayah, serta juga akan menentukan kapan saja si ayah dapat bertemu dengan anaknya.

Bagaimana dengan hak asuh ketika salah satu pihak meninggal? Maka secara otomatis hak asuh akan jatuh ke pihak orang tua yang masih hidup kecuali pengadilan menyatakan orang tua tersebut tidak cakap untuk mendapatkan hak asuh. Dengan demikian, pengadilan tempat anak memiliki kediaman sehari-hari akan menunjuk “wali” untuk anak tersebut. Perlindungan yang diberikan oleh negara lain dimana anak menjadi warga negara bila tidak setuju dengan putusan hakim yang berada di kediaman anak itu sehari-hari, maka baik penentuan hak asuh atau penunjukan wali, dapat mengajukan keberatan ke Mahkamah Internasional yang mana patokan utamanya ialah kepentingan terbaik anak.

Hubungi Pengacara Terbaik dibidang Hak Asuh Anak WNA di Indonesia :  081246373200 / lawyer@aa-lawoffice.com, atau klik tombol whatsapp di sebelah kanan bawah.

A&A Law Office 

Advocates & Legal Consultants