Hibah orang tua kepada salah satu anaknya sebenarnya boleh tanpa harus izin atau persetujuan anak yang lainnya. Kecuali pemberi hibah dalam keadaan sakit yang dekat dengan kematian maka hibahnya harus mendapat persetujuan dari ahli warisnya, dalam hal ini persetujuan anak- anak yang lainnya. Dasar hukumnya adalah Kompilasi Hukum Islam (KHI) Pasal 213 yang berbunyi :
“Hibah yang diberikan pada saat pemberi hibah dalam keadaan sakit yang dekat dengan kematian maka harus mendapat persetujuan dari ahli warisnya.”
Jadi sepanjang pemberi hibah tidak dalam keadaan sakit yang dekat dengan kematian maka hibah orang tua kepada anak tidak perlu persetujuan dari ahli waris lainnya.
Hibah orang tua kepada anak seharusnya tidak boleh melebihi dari bagian warisan anak tersebut karena hibah orang tua kepada anak dapat diperhitungkan sebagai warisan. Terkadang orang tua berwenang memutuskan sendiri hibahnya ke salah satu anak yang dianggapnya banyak membantu orang tua yaitu hibah sampai 50 persen atau setengah dari harta yang dimilikinya. Namun jika di kemudian hari orang tua meninggal dunia dan ahli waris lainnya (anak lainnya) mempersoalkan harta warisan maka hibah yang diterima oleh salah satu anak tersebut bisa dipermasalahkan. Harta hibah yang diterima salah satu anak tersebut dapat dihitung sebagai warisan. Dasar hukumnya adalah Pasal 211 KHI yang berbunyi :
“Hibah dari orang tua kepada anaknya dapat diperhitungkan sebagai warisan.”
Misal, orang tua mempunyai harta senilai Rp.100 juta dan punya 3 orang anak, laki- laki semua. Kemudian orang tua menghibahkan setengah hartanya yaitu senilai Rp.50 juta ke salah satu anak, sementara dua anak lainnya tidak dapat hibah. Kemudian orang tuanya (Ayah dan Ibu) meninggal dunia. Berarti orang tua itu meninggalkan ahli waris 3 orang anak dan harta yang masih tersisa Rp.50 juta karena harta yang Rp.50 jutanya sudah dihibahkan ke salah satu anak.
Kemudian ketiga anak itu mau membagi warisan yang hanya tinggal Rp.50 juta tersebut. Kalau kedua anak lainnya yang tidak mendapat hibah itu tidak mempersoalkan hibah ke satu anak tersebut maka tidak ada masalah, tetapi kalau dua yang tidak mendapat hibah itu mempersoalkan harta yang dihibahkan ke satu anak tersebut maka hibah ke anak tadi menjadi masalah.
Lalu bagaimana hukumnya? Apakah bisa harta yang sudah dihibahkan ke salah satu anak itu dipersoalkan? Bisa.
Harta yang sudah dihibahkan ke salah satu anak itu dapat dihitung sebagai bagian warisan anak tersebut. Berarti memakai hukum waris, berapa bagian warisan masing- masing anak. Cara membaginya dikumpulkan dahulu semua harta peninggalan orang tua tersebut baik harta sisa maupun harta yang sudah dihibahkan ke salah satu anak itu sehingga harta peninggalan orang tua kembali utuh yaitu Rp.100 juta. Kalau Rp.100 juta dibagi 3 ahli waris berarti masing- masing ahli waris mendapat bagian Rp.33,3 juta. Berarti anak penerima hibah tadi kelebihan bagian warisan karena telah mendapat hibah Rp.50 juta. Anak penerima hibah harus mengembalikan kelebihan bagian warisannya yaitu sebesar Rp.16,7 juta kepada kedua ahli waris lainnya karena masing- masing anak seharusnya mendapat bagian warisan sebesar Rp.33,3 juta. Jika anak penerima hibah tersebut tidak mau mengembalikan kelebihan bagian warisannya itu sebesar Rp.16,7 juta maka harta yang diperoleh dari hibah itu bisa digugat ke Pengadilan Agama berupa gugatan warisan. Pengadilan Agama pasti memutuskan semua harta peninggalan orang tua baik harta yang tersisa maupun harta yang sudah dihibahkan ke salah satu anak itu dijadikan satu dan dibagi rata kepada ketiga ahli warisnya yang semuanya anak laki-laki sehingga masing- masing ahli waris mendapat bagian warisan sebesar Rp.33,3 juta.
Apabila anda ingin berkonsultasi lebih lanjut atau membutuhkan Pengacara Konsultan Hukum terkai Hibah maka dapat menghubungi kami via email : lawyer@aa-lawoffice.com atau telpon : 081246373200 (WA Available)