Pemberian Ganti Rugi Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum
Pengadaan tanah untuk pembangunan jalan layang yang merupakan jalan umum, memang termasuk dalam pengadaan tanah untuk kepentingan umum, sebagaimana terdapat dalam Pasal 10 huruf b Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum (“UU 2/2012”):
Pasal 10 UU 2/2012:
“Tanah untuk Kepentingan Umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) digunakan untuk pembangunan:
- …;
- jalan umum, jalan tol, terowongan, jalur kereta api, stasiun kereta api, dan fasilitas operasi kereta api;
…”
Pada dasarnya pengadaan tanah untuk kepentingan umum dilaksanakan dengan pemberian ganti kerugian yang layak dan adil.
Penilaian besarnya nilai ganti kerugian atas tanah yang terkena pengadaan tanah untuk kepentingan umum ditetapkan oleh Penilai. Penilai ini ditetapkan oleh Lembaga Pertanahan.
Nilai ganti kerugian yang dinilai oleh Penilai merupakan nilai pada saat pengumuman penetapan lokasi pembangunan untuk kepentingan umum. Besarnya nilai Ganti Kerugian berdasarkan hasil penilaian oleh Penilai disampaikan kepada Ketua Pelaksana Pengadaan Tanah dengan berita acara penyerahan hasil penilaian. Penetapan besarnya nilai ganti kerugian dilakukan oleh Ketua Pelaksana Pengadaan Tanahberdasarkan hasil penilaian jasa penilai atau penilai publik tersebut.
Nilai ganti kerugian berdasarkan hasil penilaian Penilai tersebut menjadi dasar musyawarah penetapan ganti kerugian. Musyawarah untuk menetapkan bentuk dan/atau besarnya ganti kerugian berdasarkan hasil penilaian ganti kerugian tersebut dilakukan antara Lembaga Pertanahan dengan pihak yang berhak atas ganti rugi dalam waktu paling lama 30 hari kerja sejak hasil penilaian dari Penilai disampaikan kepada Lembaga Pertanahan. Pelaksanaan musyawarah ini dilaksanakan dengan mengikutsertakan Instansi yang memerlukan tanah.
Hasil kesepakatan dalam musyawarah menjadi dasar pemberian ganti kerugiankepada pihak yang berhak. Hasil kesepakatan tersebut dimuat dalam berita acara kesepakatan.
Keberatan atas Besarnya Ganti Kerugian
Jika tidak terjadi kesepakatan mengenai bentuk dan/atau besarnya ganti kerugian, pihak yang berhak dapat mengajukan keberatan kepada pengadilan negeri setempatdalam waktu paling lama 14 hari setelah musyawarah penetapan ganti kerugian. Pengadilan negeri memutus bentuk dan/atau besarnya ganti kerugian dalam waktu paling lama 30 hari kerja sejak diterimanya pengajuan keberatan.
Jika ada pihak yang keberatan dengan putusan pengadilan negeri, maka pihak yang keberatan tersebut, dalam waktu paling lama 14 hari kerja, dapat mengajukan kasasi kepada Mahkamah Agung Republik Indonesia. Selanjutnya, Mahkamah Agung wajib memberikan putusan dalam waktu paling lama 30 hari kerja sejak permohonan kasasi diterima.
Putusan pengadilan negeri/Mahkamah Agung yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap menjadi dasar pembayaran ganti kerugian kepada pihak yang mengajukan keberatan.
Jika pihak yang berhak menolak bentuk dan/atau besarnya ganti kerugian, tetapi tidak mengajukan keberatan dalam waktu yang telah ditetapkan, maka karena hukum pihak yang berhak dianggap menerima bentuk dan besarnya ganti kerugian hasil musyawarah.
Melihat dari ketentuan-ketentuan di atas, jika pemilik tanah tidak setuju dengan besarnya ganti kerugian berdasarkan hasil perundingan, maka Anda dapat mengajukan keberatan pada pengadilan negeri setempat.
Pemilik Tanah tidak dapat digusur dengan paksa karena berdasarkan Pasal 5 UU 2/2012, pemilik tanah wajib melepaskan tanahnya pada saat pelaksanaan pengadaan tanah untuk kepentingan umum setelah pemberian ganti kerugian atau berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.