TANAH BEKAS MILIK ADAT

Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia menerbitkan Surat Edaran No 9/SE/VI/2013 tentang Surat Keterangan Tanah Bekas Milik Adat (“SE No. 9/SE/VI/2013”). SE No. 9/SE/VI/2013 dibuat dalam rangka memberikan kepastian hukum bagi format dan materi Surat Keterangan dari Kepala Desa/Lurah sebagai kelengkapan permohonan pendaftaran hak atas tanah bekas milik adat.

Dewasa ini, masih terdapat banyak masyarakat yang tidak memiliki bukti-bukti atas kepemilikan tanah secara lengkap atau bukti-bukti tersebut tidak lagi tersedia. Hal ini menyebabkan kesulitan bagi masyarakat untuk tidak dapat mengajukan permohonan pendaftaran hak atas tanah bekas milik adat. Oleh sebab itu, Surat Keterangan dari Kepala Desa/Lurah diperlukan sebagai kepastian bagi kepemilikan, penguasaan, penggunaan, pemanfaatan atas suatu bidang tanah sesuai dengan kenyataan fisik di lapangan, riwayat kepemilikan, peralihan atau perolehan tanah sesuai dengan catatan dalam buku register desa/kelurahan dan keterangan mengenai ada tidaknya sengketa terhadap tanah tersebut dengan pihak lain dan tidak menjadi jaminan suatu hutang. Berdasar pada hal-hal tersebut diatas, maka SE No. 9/SE/VI/2013 ini diperlukan.

SE No. 9/SE/VI/2013 ini dibuat dengan berdasar pada UU No. 5 Tahun 1960 (UUPA), PP No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 3 Tahun 1997 tentang Ketentuan Pelaksanaan PP No. 24 Tahun 1997 dan Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 5 Tahun 1999 tentang Pedoman Penyelesaian Masalah Hak Ulayat Masyarakat Hukum Adat.

Prasyarat Permohonan Pendaftaran Hak atas Tanah Bekas Milik Adat

Terdapat beberapa hal yang diperlukan sebagai kelengkapan permohonan pendaftaran hak atas tanah bekas milik adat, antara lain:

  1. Subyek hak (pemilik);
  2. Letak, batas-batas dan luas tanah;
  3. Mengenai penguasaan, penggunaan, pemanfaatan tanah;
  4. Riwayat kepemilikan, peralihan atau perolehan tanah;
  5. Kepastian bukan merupakan aset Pemerintah atau pihak lain dan tidak termasuk dalam kawasan hutan;
  6. Tidak sedang menjadi jaminan suatu hutang dan tidak dalam sengketa dengan pihak lain.

Pengecualian

Menurut SE No. 9/SE/VI/2013, Surat Keterangan Tanah Bekas Milik Adat tidak dapat dijadikan bukti kepemilikan tanah terhadap tanah-tanah yang tidak memenuhi kriteria angka 1 diatas, yakni:

  1. Pasal 24 ayat (2) PP No. 24 Tahun 1997, dalam hal tidak adanya bukti-bukti tertulis, keterangan saksi dan atau pernyataan yang bersangkutan yang kadar kebenarannya oleh Panitia Ajudikasi dalam pendaftaran tanah secara sistematik atau oleh Kepala Kantor Pertanahan dalam pendaftaran tanah secara sporadik, maka pembukuan hak dapat dilakukan berdasarkan kenyataan penguasaan fisik bidang tanah yang bersangkutan selama 20 tahun atau lebih secara berturut-turut oleh pemohon pendaftar dan pendahulu-pendahulunya dengan syarat: penguasaan tersebut dilakukan dengan itikad baik dan secara terbuka, penguasaan tersebut tidak dipermasalahkan oleh masyarakat hukum adat atau desa/kelurahan yang bersangkutan ataupun pihak lainnya;
  2. Pasal 4 ayat (1) huruf a Permen Agraria/ Kepala BPN No 5 Tahun 1999, penguasaan bidang-bidang tanah yang termasuk tanah ulayat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 oleh perseorangan dan badan hukum dapat dilakukan oleh warga masyarakat hukum adat yang bersangkutan dengan hak penguasaan menurut ketentuan hukum adatnya yang berlaku, yang apabila dikehendaki oleh pemegang haknya dapat didaftar sebagai hak atas tanah yang sesuai menurut UUPA;
  3. Pasal 76 ayat (3) Permen Agraria/Kepala BPN No. 3 Tahun 1997, dalam hal bukti-bukti kepemilikan tanah sebagaimana dimaksud ayat (1) dan (2) tidak ada, maka permohonan tersebut harus disertai dengan surat pernyataan dari pemohon dan keterangan dari Kepala Desa/Lurah.