Praperadilan

Pengertian Praperadilan menurut KUHP Pasal 1 Butir 10 adalah wewenang Pengadilan Negeri untuk memeriksa dan memutus tentang:

  1. Sah atau tidaknya suatu penangkapan dan atau penahanan atau permintaan tersangka atau keluarganya atau pihak lain atau kuasa tersangka.
  2. Sah atau tidaknya penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan atas permintaan demi tegaknya hukum dan keadilan.
  3. Permintaan ganti kerugian atau rehabilitasi oleh tersangka atau keluarganya atau pihak lain atau kuasanya yang tidak diajukan ke Pengadilan.

Selama ini berkembang pemikiran bahwa objek praperadilan bersifat limitatif. Artinya, hanya terbatas pada apa yang disebut Pasal 1 angka 10 dan Pasal 77 KUHAP.

Kemudian dirinci pada Pasal 77 KUHAP yang menegaskan “Pengadilan Negeri berwenang untuk memeriksa dan memutuskan”. Sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam undang-undang ini tentang:

  1. Sah tidaknya penangkapan, penahanan, penghentian, penyidikan atau penghentian penuntutan.
  2. Ganti rugi dan atau rehabilitasi bagi seorang yang perkara pidananya dihentikan pada tingkat penyidikan atau penuntutan.

Yahya Harahap mengemukakan secara rinci wewenang praperadilan yang disesuaikan dengan ketentuan KUHAP (Pasal 1 butir 10, pasal 77, Pasal 95, pasal 97) adalah sebagai brikut:

  1. Memeriksa dan memutus sah atau tidaknya upaya paksa berupa penangkapan dan penahanan.
  2. Memeriksa sah atau tidaknya penghentian penyidikan dan penuntutan
  3. Berwenang memeriksa tuntutan ganti rugi
  4. Memeriksa permintaan rehabilitasi
  5. Pra peradilan terhadap tindakan penyitaan.

Dalam KUHAP penerapan upaya paksa, yang menimbulkan permasalahan hukum dan multipersepsi dalam penerapan diantaranya:

  1. Ada yang berpendirian, tindakan upaya paksa yang termasuk yurisdiksi praperadilan untuk menguji keabsahannya, hanya terbatas pada tindakan penangkapan dan penahanan yang undue process atau orang yang ditahan atau diatangkap salah orang (eror in persona).
  2. Sedang tindakan upaya paksa penggeledahan atau penyitaan dianggap berada dalam luar yurisdiksi praperadilan atas alasan, dalam penggeledahan atau penyitaan terkandung intervensi pengadilan berupa:
  1. Dalam proses biasa, harus lebih dahulu mendapat surat izin dari Ketua Pengadilan Negeri (Pasal 32 ayat 1 dan Pasal 38 ayat 1 KUHAP).
  2. Dalam keadaan mendesak, boleh lebih dahulu bertindak, tetapi harus meminta persetujuan Ketua Pengadilan Negeri (Pasal 34 ayat 1 dan Pasal 38 ayat 2 KUHAP).

Yang dapat mengajukan Pra peradilan adalah:

  • Tersangka

Apakah tindakan penahanan terhadap dirinya bertentangan dengan ketentuan Pasal 21 KUHAP, ataukah penahanan yang dikenakan sudah melewati batas waktu yang ditentukan Pasal 24 KUHAP;

  • Penyidik

Untuk memeriksa sah tidaknya penghentian penuntutan

  • Penuntut Umum

Atau pihak ketiga yang berkepentingan untuk memeriksa sah tidaknya penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan, yang dimaksud dengan pihak ketiga yang berkepentingan misalnya saksi korban.

Pasal 82 ayat (1) KUHAP termasuk yang membuka ruang perluasan objek praperadilan karena menurut pasal ini pihak yang mengakukan permintaan praperadilan dapat meminta pemeriksaan mengenai apakah ada benda yang disita yang tidak termasuk alat pembuktian.

Adanya ganti rugi, rehabilitasi yang diajukan tersangka, keluarganya atau penasihat hukumnya semuanya harus didasarkan atas:

  1. Penangkapan atau penahanan yang tidak sah
  2. Penggeledahan atau penyitaan yang pertentangan dengan ketentuan hukum dan undang-undang
  3. Kekeliruan mengenai orang yang ditangkap, ditahan atau diperiksa.

Proses Pemeriksaan Praperadilan

  1. Pra peradilan dipimpin oleh Hakim Tunggal yang ditunjuk oleh Ketua Pengadilan Negeri dan dibantu oleh seorang Panitera (Pasal 78 ayat (2) KUHAP).
  2. Pada penetapan hari sidang, sekaligus memuat pemanggilan pihak pemohon dan termohon pra peradilan.
  3. Dalam waktu 7 (tujuh) hari terhitung permohonan praperadilan diperiksa, permohonan tersebut harus diputus.
  4. Pemohon dapat mencabut permohonan¬nya sebelum Pengadilan Negeri menjatuhkan putusan apabila disetujui oleh termohon. Kalau termohon menyetujui usul pencabutan permohonan tersebut, Pengadilan Negeri membuat penetapan tentang pencabutan tersebut.
  5. Dalam hal suatu perkara sudah mulai diperiksa oleh pengadilan sedangkan pemeriksaan pra peradilan belum selesai maka permohonan tersebut gugur. Hal tersebut dituangkan dalam bentuk penetapan.

Upaya Hukum Terhadap Putusan Praperadilan

  1. Putusan pra peradilan tidak dapat dimintakan banding (Pasal 83 ayat (1), kecuali terhadap putusan yang menyatakan “tidak sahnya” penghentian penyidikan dan penuntutan (Pasal 83 ayat (2) KUHAP).
  2. Dalam hal ada permohonan banding terhadap putusan pra peradilan sebagaimana dimaksud Pasal 83 ayat (1) KUHAP, maka permohonan tersebut harus dinyatakan tidak diterima.
  3. Pengadilan Tinggi memutus permintaan banding tentang tidak sahnya penghentian penyidikan dan penuntutan dalam tingkat akhir.
  4. Terhadap Putusan pra peradilan tidak dapat diajukan upaya hukum kasasi.

Lembaga praperadilan terinspirasi oleh prinsip-prinsip dalam habeas corpus. Hal ini diterangkan oleh Adnan Buyung Nasution selaku penggagas awal dari praperadilan.

“ Munculnya lembaga praperadilan didalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) terisnpirasi oleh prinsip-prinsip dalam habeas corpus dari sistem Anglo Saxon yang memberikan hak sekaligus jaminan fundamental kepada seorang tersangka untuk melakukan tuntutan ataupun gugatan terhadap pejabat (polisi atau jaksa) yang menahannya agar membuktikan bahwa penahanan itu benar-benar sah dan tidak melanggar hak asasi manusia”.

Kedudukan praperadilan adalah sebagai suatu pengadilan umum dengan wewenang khusus yang terbatas, yakni mempunyai acara sendiri yang agak berbeda dengan proses pidana biasa. Perbedaan yang terlihat adalah berbeda dengan proses pidana umum dan khusus, proses Praperadilan tidak mengenal penuntut umum. Kedudukan lembaga Praperadilan dalam hubungan ini dapat disamakan dengan kedudukan hakim. Pengadilan Ekonomi yang juga ditetapkan oleh Pengadilan Negeri, juga mempunyai wewenang khusus dan terbatas yakni mengadili perkara tindak pidana ekonomi semata-mata, dan mempunyai acara yang agak menyimpang dari hukum acara pidana umum (KUHAP). Esensi dari praperadilan, untuk mengawasi tindakan upaya paksa yang dilakukan oleh penyidik atau penuntut umum terhadap tersangka, supaya tindakan itu benar-benar dilaksanakan sesuai dengan ketentuan undang-undang dan benar-benar proporsional dengan ketentuan hukum.

Dalam hukum acara pidana sudah diatur tentang mekanisme praperadilan dan hal yang menjadi objek pra peradilan. Dalam KUHAP dijelaskan bahwa praperadilan merupakan wewenang pengadilan, yang pelaksanaan dapat dilakukan pada tingkat penyidikan dan penuntutan.

Dalam KUHAP juga dijelaskan bahwa yang menjadi objek pra peradilan adalah materi sah atau tidaknya penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan atau penuntutan, ganti kerugian dan atau rehabilitasi bagi seorang yang perkara pidananya dihentikan pada tingkat penyidikan atau penuntutan.

Penyelidikan maupun penyidikan tindak pidana sudah ada diatur dalam KUHAP dan rincian pelaksanaan tugasnya diatur dalam perkap no 14 tahun 2012 tentang manajemen penyidikan. Praperadilan merupakan hal yang biasa dalam proses peradilan dalam rangka memenuhi rasa keadilan.

Sebagai penyidik, maka upaya yang dilakukan agar terhindar dari praperadilan yaitu:

  1. Melakukan penyidikan sesuai dengan KUHAP dan apabila ada peraturan yang baru segera diketahui dan di pedomani. Selain itu juga berpedoman pada perkap no 14 tahun 2012 tentang manajemen penyidikan.
  2. Apabila diperintahkan oleh atasan untuk melakukan penyelidikan, lengkapi diri dengan administrasi penyelidikan lengkap dan lakukan penyelidikan dengan baik. Apabila hasil lidik tidak ditemukan unsure pidana, maka laporkan hal tersebut pada pimpinan untuk dilakukan penghentian penyelidikan, dan apabila ada unsure pidananya, maka temukan minimal satu alat bukti yang sah agar dapat dilakukan proses penyidikan.
  3. Laksanakan kegiatan penyelidikan dan penyidikan sesuai dengan perencanaan yang telah dibuat oleh pimpinan, sehingga tugas dapat terarah dengan baik dan dipertanggungjawabkan kegiatan tersebut.
  4. Jangan memanipulasi alat bukti dan merekayasa bukti tindak pidana yang dapat melepaskan pelaku ataupun menjerat seseorang jadi pelaku, karena hal ini sangat berbahaya bila dilakukan proses penyidikan.
  5. Memberi masukan kepada pimpinan tentang masalah-masalah yang dihadapi dalam penyelidikan dan penyidikan pda saat dilakukan gelar perkara sehingga pimpinan dapat mebuat keputusan yang tepat dalam tindakan kepolisian terhadap orang yang diduga melakukan tindak pidana.
  6. Membuat administrasi penyelidikan dan penyidikan secara teliti dan benar sehingga terhindar dari eror ini persona. Kesalahan administrasi sering dijadikan bukti ketidakprofesionalan Polri ketika sidang praperadilan.